SUARABEKASI.ID, Cikarang Pusat: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi menggelar Rapat Paripurna Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan APBD Tahun 2025, Selasa, 30 September 2025 malam.

Juru Bicara Badan Anggaran DPRD Kabupaten Bekasi, Saeful Islam mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun 2025 sebesar Rp8,302 triliun lebih, turun Rp168 miliar dibanding asumsi awal Rp8,471 triliun lebih.

Penurunan ini terjadi di tengah dinamika pendapatan daerah yang justru naik dari Rp7,636 triliun menjadi Rp7,904 triliun. Namun, efisiensi belanja membuat total anggaran berkurang. Hasilnya, defisit Rp398 miliar lebih harus ditutup lewat surplus pembiayaan netto.

Perubahan struktur pendapatan memperlihatkan ketergantungan Kabupaten Bekasi terhadap transfer pusat masih kuat. Pendapatan transfer naik Rp273 miliar menjadi Rp3,734 triliun. Sebaliknya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) justru turun Rp4,5 miliar, hanya ditargetkan Rp4,169 triliun.

“Pemkab Bekasi harus segera melakukan optimalisasi serta langkah-langkah inovasi layanan publik dengan menerapkan teknologi smart city untuk memaksimalkan pencapaian target PAD,” ujarnya.

Ia menambahkan, rendahnya kontribusi PAD menunjukkan perlunya eksplorasi sumber pendapatan baru. Salah satunya melalui aktivasi aset daerah yang selama ini banyak tidak termanfaatkan secara produktif.

Dari sisi belanja, sejumlah pos dipangkas. Belanja Pegawai turun Rp45,8 miliar menjadi Rp3,248 triliun, sementara Belanja Lainnya dipotong Rp127 miliar menjadi Rp4,013 triliun. Belanja Tidak Terduga justru naik Rp4,7 miliar menjadi Rp35,2 miliar, sedangkan Belanja Transfer tetap Rp1,005 triliun.

Pemangkasan ini, menurut DPRD, perlu diarahkan agar tidak mengganggu pelayanan dasar dan program prioritas. “Fokus harus pada substansi, bukan sekadar kegiatan pendukung,” tegas Saeful Islam.

Kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) juga mendapat sorotan. Hingga kini, kontribusinya terhadap PAD masih minim. DPRD merekomendasikan agar tata kelola BUMD diperbaiki dengan pendekatan profesional agar mampu menghasilkan keuntungan nyata.

“BUMD bisa menjadi salah satu motor penggerak PAD jika dikelola serius, bukan hanya beban anggaran,” tambah Saeful.

Seperti diketahui, APBD Perubahan 2025 menjadi ujian fiskal yang serius. Di satu sisi, Pemkab Bekasi harus menjawab kebutuhan infrastruktur dan pelayanan publik. Di sisi lain, beban defisit, stagnasi PAD, dan waktu pelaksanaan yang terbatas berpotensi membuat target tidak maksimal.

Tiga tantangan besar yang dihadapi adalah ketergantungan pada transfer pusat yang membuat daerah rentan. Rendahnya kinerja BUMD dan aset daerah yang belum produktif dan Efisiensi belanja di tengah kebutuhan infrastruktur yang terus meningkat.

Kendati demikian pengelolaan APBD Perubahan 2025 akan menjadi tolok ukur, apakah mereka mampu keluar dari pola lama ketergantungan fiskal, atau kembali terjebak dalam rutinitas defisit tanpa solusi jangka panjang.

Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang mengatakan akan menindaklanjuti sejumlah rekomendasi dari DPRD Kabupaten Bekasi, utamanya soal peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kita juga ada pemotongan sekitar Rp1,5 triliun tuh, itu anggaran di pusat dipotong untuk Kabupaten Bekasi, berarti kan gali potensi ini harus benar-benar maksimal. Saya juga menyampaikan, saya koordinasi ke TAPD kita, rumusan-rumusan bagaimana nih,” ungkapnya.

Langkah yang akan diambil salah satunya memaksimalkan retribusi dan pajak yang sejauh ini penerimaannya belum optimal. Penggalian potensi pendapatan lain seperti retribusi sampah produksi logam mungkin bisa jadi pilihan.

“Kabupaten Bekasi kan mengingat ada tujuh ribu lebih industri, ada industri logam seperti besi, tembaga, terus aluminium. Nah, ini kan biasanya pengusaha limbah ini beli ke pabrik dengan harga yang ditentukan oleh pabrik. Kita tidak mengganggu pengusaha limbah, tapi yang dihasilkan produktivitas ekonomi dari pabrik tersebut, itu kita akan kenakan retribusi,” tandasnya. (ADV)